SEJARAH BATAK
Versi sejarah mengatakan Si Raja Batak dan
rombongannya datang dari Thailand, terus ke Semenanjung Malaysia lalu
menyeberang ke Sumatera dan menghuni Sianjur Mula Mula, lebih kurang 8 km arah
Barat Pangururan, pinggiran Danau Toba sekarang. Versi lain mengatakan, dari
India melalui Barus atau dari Alas Gayo berkelana ke Selatan hingga bermukim di
pinggir Danau Toba.
Diperkirakan Si Raja Batak hidup sekitar tahun 1200 (awal abad
ke-13). Raja Sisingamangaraja XII salah satu keturunan Si Raja Batak yang
merupakan generasi ke-19 (wafat 1907), maka anaknya bernama Si Raja Buntal
adalah generasi ke-20.
Batu bertulis (prasasti) di Portibi bertahun 1208 yang dibaca
Prof. Nilakantisasri (Guru Besar Purbakala dari Madras, India) menjelaskan
bahwa pada tahun 1024 kerajaan COLA dari India menyerang SRIWIJAYA yang
menyebabkan bermukimnya 1.500 orang TAMIL di Barus.
Pada tahun 1275 MOJOPAHIT menyerang Sriwijaya, hingga menguasai
daerah Pane, Haru, Padang Lawas. Sekitar rahun 1.400 kerajaan NAKUR berkuasa di
sebelah Timur Danau Toba, Tanah Karo dan sebagian Aceh.
Dengan memperhatikan tahun tahun dan
kejadian di atas diperkirakan:
- Si Raja Batak adalah seorang aktivis kerajaan dari Timur Danau Toba (Simalungun sekarang), dari Selatan Danau Toba (Portibi) atau dari Barat Danau Toba (Barus) yang mengungsi ke pedalaman, akibat terjadi konflik dengan orang-orang Tamil di Barus. •Akibat serangan Mojopahit ke Sriwijaya, Si Raja Batak yang ketika itu pejabat Sriwijaya yang ditempatkan di Portibi, Padang Lawas dan sebelah Timur Danau Toba (Simalungun).
- Sebutan Raja kepada Si Raja Batak diberikan oleh keturunannya karena penghormatan, bukan karena rakyat menghamba kepadanya.
Demikian halnya keturunan Si Raja Batak
seperti Si Raja Lontung, Si Raja Borbor, Si Raja Oloan, dsb. Meskipun tidak
memiliki wilayah kerajaan dan rakyat yang diperintah.
Selanjutnya menurut buku TAROMBO BORBOR
MARSADA anak Si Raja Batak ada 3 (tiga) orang yaitu : GURU TETEABULAN, RAJA
ISUMBAON dan TOGA LAUT. Dari ketiga orang
inilah dipercaya terbentuknya Marga-marga Batak.
Sumber:
disarikan dari buku
"LELUHUR MARGA MARGA BATAK, DALAM SEJARAH SILSILAH DAN LEGENDA" cet.
ke-2 (1997) oleh Drs Richard Sinaga, Penerbit Dian Utama, Jakarta.
SIAPAKAH ORANG BATAK ?
Orang Batak terdiri dari 5 sub etnis yang secara geografis
dibagi sbb:
- Batak Toba (Tapanuli), mendiami Kabupaten Toba Samosir, Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah mengunakan Bahasa Batak Toba.
- Batak Simalungun, mendiami Kabupaten Simalungun dan menggunakan Bahasa Batak Simalungun.
- Batak Karo, mendiami Kabupaten Karo dan menggunakan Bahasa Batak Karo.
- Batak Mandailing, mendiami Kabupaten Tapanuli Selatan dan menggunakan Bahasa Batak Mandailing.
- Batak Pakpak, mendiami Kabupaten Dairi dan menggunakan Bahasa Pakpak.
Suku Nias yang mendiami Kabupaten Nias
(Pulau Nias) mengatakan bahwa mereka bukanlah orang Batak karena nenek moyang
mereka bukan berasal dari Tanah Batak. Namun demikian, mereka mempunyai marga-marga seperti halnya
orang Batak.
DALIHAN NA TOLU, TOLU SAHUNDULAN
(The Philosophy of Life)
Sistem kekerabatan orang Batak menempatkan posisi
seseorang secara pasti sejak dilahirkan hingga meninggal dalam 3 posisi yang
disebut DALIHAN NA TOLU (bahasa Toba) atau TOLU SAHUNDULAN (bahasa Simalungun).
Dalihan dapat diterjemahkan sebagai
"tungku" dan "sahundulan" sebagai "posisi duduk".
Keduanya mengandung arti yang sama, 3 POSISI PENTING
dalam kekerabatan orang Batak, yaitu:
- HULA HULA atau TONDONG, yaitu kelompok orang orang yang posisinya "di atas", yaitu keluarga marga pihak istri sehingga disebut SOMBA SOMBA MARHULA HULA yang berarti harus hormat kepada keluarga pihak istri agar memperoleh keselamatan dan kesejahteraan.
- DONGAN TUBU atau SANINA, yaitu kelompok orang-orang yang posisinya "sejajar", yaitu: teman/saudara semarga sehingga disebut MANAT MARDONGAN TUBU, artinya menjaga persaudaraan agar terhindar dari perseteruan.
- BORU, yaitu kelompok orang orang yang posisinya "di bawah", yaitu saudara perempuan kita dan pihak marga suaminya, keluarga perempuan pihak ayah. Sehingga dalam kehidupan sehari-hari disebut ELEK MARBORU artinya agar selalu saling mengasihi supaya mendapat berkat.
Dalihan Na Tolu bukanlah kasta karena
setiap orang Batak memiliki ketiga posisi tersebut: ada saatnya menjadi Hula
hula/Tondong, ada saatnya menempati posisi Dongan Tubu/Sanina dan ada saatnya
menjadi BORU.
Dengan dalihan Na Tolu, adat Batak tidak memandang posisi
seseorang berdasarkan pangkat, harta atau status seseorang.
Dalam sebuah acara adat, seorang Gubernur
harus siap bekerja mencuci piring atau memasak untuk melayani keluarga pihak
istri yang kebetulan seorang Camat.
Itulah realitas kehidupan orang Batak yang
sesungguhnya.Lebih tepat dikatakan bahwa Dalihan Na Tolu merupakan SISTEM
DEMOKRASI Orang Batak karena sesungguhnya mengandung nilai nilai yang
universal.
MARGA dan TAROMBO
MARGA adalah kelompok
kekerabatan menurut garis keturunan ayah (patrilineal).
Sistem kekerabatan
patrilineal menentukan garis keturunan selalu dihubungkan dengan anak laki
laki.
Seorang ayah merasa
hidupnya lengkap jika ia telah memiliki anak laki-laki yang meneruskan
marganya.
Sesama satu marga
dilarang saling mengawini, dan sesama marga disebut dalam Dalihan Na Tolu
disebut Dongan Tubu.
Menurut buku
"Leluhur Marga Marga Batak", jumlah seluruh Marga Batak sebanyak 416,
termasuk marga suku Nias.
TAROMBO adalah
silsilah, asal-usul menurut garis keturunan ayah.
Dengan tarombo seorang
Batak mengetahui posisinya dalam marga.
Bila orang Batak
berkenalan pertama kali, biasanya mereka saling tanya Marga dan Tarombo.
Hal tersebut dilakukan
untuk saling mengetahui apakah mereka saling "mardongan sabutuha"
(semarga) dengan panggilan "ampara" atau "marhula-hula"
dengan panggilan "lae/tulang".
Dengan tarombo,
seseorang mengetahui apakah ia harus memanggil "Namboru" (adik
perempuan ayah/bibi), "Amangboru/Makela",(suami dari adik ayah/Om),
"Bapatua/Amanganggi/Amanguda" (abang/adik ayah), "Ito/boto"
(kakak/adik), PARIBAN atau BORU TULANG (putri dari saudara laki laki ibu) yang
dapat kita jadikan istri, dst.
ULOS BATAK
Secara harafiah, ulos
berarti selimut, pemberi kehangatan badaniah dari terpaan udara dingin.
Menurut pemikiran
leluhur Batak, ada 3 (tiga) sumber kehangatan : (1) matahari, (2) api, dan (3)
ulos.
Dari ketiga sumber kehangatan tersebut, ulos dianggap paling
nyaman dan akrab dengan kehidupan sehari-hari.
Matahari sebagai sumber utama kehangatan tidak kita
peroleh malam hari, dan api dapat menjadi bencana jika lalai menggunakannya.
Dalam pengertian adat Batak "mangulosi"
(memberikan ulos) melambangkan pemberian kehangatan dan kasih sayang kepada
penerima ulos.
Biasanya pemberi ulos adalah orangtua kepada
anak-anaknya, hula-hula kepada boru.
Ulos terdiri dari berbagai jenis dan motif yang
masing-masing memiliki makna tersendiri, kapan digunakan, disampaikan kepada
siapa, dalam upacara adat yang bagaimana.
Dalam perkembangannya, ulos juga diberikan kepada orang
"non Batak" bisa diartikan penghormatan dan kasih sayang kepada
penerima ulos.
Misalnya pemberian ulos kepada Presiden atau Pejabat
diiringi ucapan semoga dalam menjalankan tugas tugas ia selalu dalam kehangatan
dan penuh kasih sayang kepada rakyat dan orang-orang yang dipimpinnya.
Ulos juga digunakan sebagai busana, misalnya untuk busana
pengantin yang menggambarkan kekerabatan Dalihan Natolu, terdiri dari tutup
kepala (ikat kepala), tutup dada (pakaian) dan tutup bagian bawah (sarung).
HORAS!
Adalah salam khas orang Batak yang berarti
selamat, salam sejahtera, yang kerap diucapkan dalam kehidupan sehari-hari bila
2 orang atau lebih bertemu.
Padanan kata horas adalah Mejuah-juah
(Batak Karo, Batak Pakpak), Yahobu dari daerah Nias. Sedangkan Ahoiii! adalah
salam khas daerah pesisir Melayu di Sumatera Utara.
Horas bisa juga berarti selamat
jalan/datang, selamat pagi/siang/malam dan lain lain yang maknanya baik. Karena
populernya kata horas, orang-orang non Batak juga sering mengucapkan kata
tersebut jika bertemu dengan orang Batak.
LEGENDA SI RAJA BATAK
Konon di atas langit (banua ginjang, nagori
atas) adalah seekor ayam bernama Manuk Manuk Hulambujati (MMH) berbadan sebesar
kupu-kupu besar, namun telurnya sebesar periuk tanah. MMH tidak mengerti
bagaimana dia mengerami 3 butir telurnya yang demikian besar, sehingga ia
bertanya kepada Mulajadi Na Bolon (Maha Pencipta) bagaimana caranya agar ketiga
telur tsb menetas.
Mulajadi Na Bolon berkata, "Eramilah
seperti biasa, telur itu akan menetas!" Dan ketika menetas, MMH sangat terkejut
karena ia tidak mengenal ketiga makhluk yang keluar dari telur tsb. Kembali ia
bertanya kepada Mulajadi Nabolon dan atas perintah Mulajadi Na Bolon, MMH
memberi nama ketiga makhluk (manusia) tsb. Yang pertama lahir diberi nama TUAN
BATARA GURU, yang kedua OMPU TUAN SORIPADA, dan yang ketiga OMPU TUAN
MANGALABULAN, ketiganya adalah lelaki.
Setelah ketiga putranya dewasa, ia merasa bahwa mereka
memerlukan seorang pendamping wanita. MMH kembali memohon dan Mulajadi Na Bolon
mengirimkan 3 wanita cantik : SIBORU PAREME untuk istri Tuan Batara Guru, yang
melahirkan 2 anak laki laki diberi nama TUAN SORI MUHAMMAD, dan DATU TANTAN
DEBATA GURU MULIA dan 2 anak perempuan kembar bernama SIBORU SORBAJATI dan
SIBORU DEAK PARUJAR. Anak kedua MMH, Tuan Soripada diberi istri bernama SIBORU
PAROROT yang melahirkan anak laki-laki bernama TUAN SORIMANGARAJA sedangkan
anak ketiga, Ompu Tuan Mangalabulan, diberi istri bernama SIBORU PANUTURI yang
melahirkan TUAN DIPAMPAT TINGGI SABULAN.
Dari pasangan Ompu Tuan Soripada-Siboru Parorot, lahir anak ke-5
namun karena wujudnya seperti kadal, Ompu Tuan Soripada menghadap Mulajadi Na
Bolon (Maha Pencipta). "Tidak apa apa, berilah nama SIRAJA ENDA ENDA,"
kata Mulajadi Na Bolon. Setelah anak-anak mereka dewasa, Ompu Tuan Soripada
mendatangi abangnya, Tuan Batara Guru menanyakan bagaimana agar anak-anak
mereka dikawinkan.
"Kawin dengan siapa? Anak perempuan saya mau
dikawinkan kepada laki-laki mana?" tanya Tuan Batara Guru.
"Bagaimana kalau putri abang SIBORU SORBAJATI
dikawinkan dengan anak saya Siraja Enda Enda. Mas kawin apapu akan kami penuhi,
tetapi syaratnya putri abang yang mendatangi putra saya," kata Tuan
Soripada agak kuatir, karena putranya berwujud kadal.
Akhirnya mereka sepakat. Pada waktu yang
ditentukan Siboru Sorbajati mendatangai rumah Siraja Enda Enda dan sebelum
masuk, dari luar ia bertanya apakah benar mereka dijodohkan. Siraja Enda Enda
mengatakan benar, dan ia sangat gembira atas kedatangan calon istrinya.
Dipersilakannya Siboru Sorbajati naik ke rumah. Namun betapa terperanjatnya
Siboru Sorbajati karena lelaki calon suaminya itu ternyata berwujud kadal.
Dengan perasaan kecewa ia pulang mengadu kepada abangnya
Datu Tantan Debata.
"Lebih baik saya mati daripada kawin dengan
kadal," katanya terisak-isak.
"Jangan begitu adikku," kata Datu Tantan
Debata. "Kami semua telah menyetujui bahwa itulah calon suamimu. Mas kawin
yang sudah diterima ayah akan kita kembalikan 2 kali lipat jika kau menolak
jadi istri Siraja Enda Enda."
Siboru Sorbajati tetap menolak. Namun
karena terus-menerus dibujuk, akhirnya hatinya luluh tetapi kepada ayahnya ia
minta agar menggelar "gondang" karena ia ingin "manortor"
(menari) semalam suntuk.
Permintaan itu
dipenuhi Tuan Batara Guru. Maka sepanjang malam, Siboru Sorbajati manortor di
hadapan keluarganya.
Menjelang matahari terbit, tiba-tiba tariannya (tortor) mulai
aneh, tiba-tiba ia melompat ke "para-para" dan dari sana ia melompat
ke "bonggor" kemudian ke halaman dan yang mengejutkan tubuhnya
mendadak tertancap ke dalam tanah dan hilang terkubur!
Keluarga Ompu Tuan Soripada amat terkejut mendengar calon
menantunya hilang terkubur dan menuntut agar Keluarga Tuan Batara Guru
memberikan putri ke-2 nya, Siboru Deak Parujar untuk Siraja Enda Enda.
Sama seperti Siboru Sorbajati, ia menolak keras. "Sorry ya, apa lagi saya," katanya.
Namun karena didesak terus, ia akhirnya mengalah tetapi
syaratnya orang tuanya harus menggelar "gondang" semalam suntuk
karena ia ingin "manortor" juga. Sama dengan kakaknya, menjelang
matahari terbit tortornya mulai aneh dan mendadak ia melompat ke halaman dan
menghilang ke arah laut di benua tengah (Banua Tonga).
Di tengah laut ia digigit lumba-lumba dan binatang laut lainnya
dan ketika burung layang-layang lewat, ia minta bantuan diberikan tanah untuk tempat
berpijak.
Sayangnya, tanah yang
dibawa burung layang-layang hancur karena digoncang NAGA PADOHA.
Siboru Deak Parujar
menemui Naga Padoha agar tidak menggoncang Banua Tonga.
"OK,"
katanya. "Sebenarnya aku tidak sengaja, kakiku rematik. Tolonglah sembuhkan."
Siboru Deak Parujar
berhasil menyembuhkan dan kepada Mulajadi Na Bolon dia meminta alat pemasung
untuk memasung Naga Padoha agar tidak mengganggu. Naga Padoha berhasil dipasung
hingga ditimbun dengan tanah dan terbenam ke benua tengah (Banua Toru). Bila
terjadi gempa, itu pertanda Naga Padoha sedang meronta di bawah sana.
Alkisah, Mulajadi Na Bolon menyuruh Siboru Deak Parujar kembali
ke Benua Atas.
Karena lebih senang
tinggal di Banua Tonga (bumi), Mulajadi Na Bolon mengutus RAJA ODAP ODAP untuk
menjadi suaminya dan mereka tinggal di SIANJUR MULA MULA di kaki gunung Pusuk
Buhit.
Dari perkawinan mereka
lahir 2 anak kembar : RAJA IHAT MANISIA (laki-laki) dan BORU ITAM MANISIA
(perempuan).
Tidak dijelaskan Raja Ihat Manisia kawin dengan siapa, ia
mempunyai 3 anak laki laki : RAJA MIOK MIOK, PATUNDAL NA BEGU dan AJI LAPAS
LAPAS. Raja Miok Miok tinggal di Sianjur Mula Mula, karena 2 saudaranya pergi
merantau karena mereka berselisih paham.
Raja Miok Miok mempunyai anak laki-laki bernama ENGBANUA, dan 3
cucu dari Engbanua yaitu : RAJA UJUNG, RAJA BONANG BONANG dan RAJA JAU. Konon
Raja Ujung menjadi leluhur orang Aceh dan Raja Jau menjadi leluhur orang Nias.
Sedangkan Raja Bonang Bonang (anak ke-2) memiliki anak bernama RAJA TANTAN
DEBATA, dan anak dari Tantan Debata inilah disebut SI RAJA BATAK, YANG MENJADI
LELUHUR ORANG BATAK DAN BERDIAM DI SIANJUR MULA MULA DI KAKI GUNUNG PUSUK
BUHIT!
0 komentar:
Posting Komentar